Wednesday, November 30, 2016

Pielonefritis Akut Patofisiologis

TUGAS TERSTRUKTUR MATA KULIAH
PATOFISIOLOGI

PIELONEFRITIS AKUT







Disusun Oleh :

Nana Harminah                                            I1A015003
Siti Istikomah Isnaeni                                  I1A015043
Dhita Rachmawati                                       I1A015069
Aulia Mutiara Khoirunnisa                          I1A015105
Nadine Nastiti                                              I1A015121


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERITAS JENDRAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO

2016

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Indonesia merupakan negara tropis, dimana infeksi masih merupakan penyakit utama dan penyebab kematian nomor satu. Oleh karena itu, penggunaan antibiotik atau anti infeksi masih paling dominan dalam pelayanan kesehatan. Jumlah dan jenis anti bakteri sangat banyak dan selalu bertambah seiring perkembangan infeksi,sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai mikroba apa yang sensitif terhadap antibakteri tertentu, dan bagaimana perkembangan resistensi serta kinetiknya (Priyanto, 2008).
Penyakit infeksi merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang signifikan, khususnya pada orang-orang yang paling rentan terhadap penyakit ini, mereka yang berusia sangat muda, orang lanjut usia, orang dengan tanggap imun yang lemah, dan kaum papa. Patogenesis penyakit infeksi bergantung pada hubungan antara manusia sebagai tuan rumah, agen infeksi, dan lingkungan luar. Agen infeksi dapat bersifat eksogen (normalnya tidak ditemukan di tubuh) atau endogen (mikroba yang secara rutin dapat dibiak dari suatu bagian anatomi tertentu tetapi dalam keadaan normal tidak menyebabkan penyakit pada tuan rumah). Infeksi terjadi ketika suatu agen eksogen masuk kedalam tuan rumah dari lingkungan atau ketika suatu agen endogen mengalahkan imunitas bawaan tuan rumah dan menyebabkan penyakit (Mcphee, 2010).
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus, dan jaringan interstisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik ke ginjal. Meskipun ginjal menerima 20% - 25% curah jantung, bakteri jarang mencapai ginjal melalui darah, kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3% (Brunner & Suddarth, 2002). Inflamasi pelvis ginjal disebut Pielonefritis, penyebab radang pelvis ginjal yang  paling sering adalah kuman yang berasal dari kandung kemih yang menjalar naik ke  pelvis ginjal. Pielonefritis ada yang akut dan ada yang kronis (Tambayong, 2000).


Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun perempuan dari semua umur baik pada anak, remaja, dewasa maupun pada umur lanjut akan tetapi dari kedua jenis kelamin, ternyata wanita lebih sering dari pria dengan angka populasi umum, kurang lebih 5–15%. Infeksi saluran kemih dinyatakan apabila ditemukan bakteri di dalam urin, mikroorganisme yang paling sering menyebabkan ISK adalah jenis aerob. Pada saluran kemih yang normal tidak dihuni oleh bakteri aerob atau mikroba yang lain, karena itu urin dalam ginjal dan buli– buli biasanya steril. Walaupun demikian uretra bagian bawah terutama pada wanita dapat dihuni  oleh bakteri yang jumlahnya berkurang di bagian yang mendekati kandung kemih. Escherichia coli menduduki persentasi biakan paling tinggi yaitu sekitar 50–90%. Antibiotika yang diberikan untuk pengobatan ISK yang sebagian besar disebabkan oleh Escherichia coli ini adalah floroquinolones dan nitrofurantoin. Sedangkan untuk alternatifnya yaitu trime toprim–sulfa metoksazol, sefalosporin, dan fosfomisin (Kumala, et al., 2009).
Penggunaan antibiotik adalah pilihan utama dalam pengobatan infeksi saluran kemih. Pemakaian antibiotik secara efektif dan optimal memerlukan pengertian dan pemahaman mengenai bagaimana memilih dan memakai antibiotik secara benar. Pemilihan berdasarkan indikasi yang tepat, menentukan dosis, cara pemberian, lama pemberian, maupun evaluasi efek antibiotik. Pemakaian dalam klinik yang menyimpang dari prinsip dan pemakaian antibiotik secara rasional akan membawa dampak negatif dalam bentuk meningkatnya resistensi, efek samping dan pemborosan (Santoso, 1990).

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian pielonefritis akut?
2.      Bagaimana patofisiologi pielonefritis akut?
3.      Apakah penyebab pielonefritis akut?
4.      Bagaimana tanda dan gejala pielonefritis akut?
5.      Komplikasi apa yang dapat terjadi dari pielonefritis akut?
6.      Bagaimana pencegahan dan pengobatan pielonefritis akut?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui dasar tentang pielonefritis akut.
2.      Untuk mengetahui patofisiologi pielonefritis akut.
3.      Untuk mengetahui penyebab pielonefritis akut.
4.      Untuk mengetahui tanda dan gejala pielonefritis akut.
5.      Untuk mengetahui komplikasi yang disebabkan oleh pielonefritis akut.
6.      Untuk mengetahui pencegahan dan pengobatan pielonefritis akut.























BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Pielonefritis Akut
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal (pelvis renalis), tubulus, dan jaringan interstinal dari salah satu atau kedua gunjal (Brunner dkk, 2002). Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara hematogen atau retrograd aliran ureterik (Underwood,2002).
Pielonefritis akut merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering ditemui. Gangguan ini tidak dapat dilepaskan dari infeksi saluran kemih. Infeksi ginjal lebih sering terjadi pada wanita, hal ini karena saluran kemih bagian bawahnya (uretra) lebih pendek dibandingkan laki-laki, dan saluran kemihnya terletak berdekatan dengan vagina dan anus, sehingga lebih cepat mencapai kandung kemih dan menyebar ke ginjal. Insiden penyakit ini juga akan bertambah pada wanita hamil dan pada usia di atas 40 tahun. Demikian pula, penderita kencing manis atau diabetes mellitus dan penyakit ginjal lainnya lebih mudah terkena infeksi ginjal dan saluran kemih.
Infeksi akut ginjal ditandai oleh bercak-bercak inflamasi yang supuratif, nekrosis tubulus ginjal dan silinder neutrofil intratubular. Perubahan yang lebih lanjut meliputi pembentukan abses, papilitis nekrotikans (khususnya pada pasien diabetes dan pasien obstruksi saluran kemih), pielonefritis (pelvis ginjal terisi pus), abses perinefrik dan akhirnya pembentukan parut pada ginjal dengan deformasi fibrotik pada korteks ginjal dan kaliks serta pelvis ginjal yang berada di bawahnya (Robbinsdkk, 2009).
Secara klinis pielonefritis akut disertai dengan nyeri pinggang, demam, di suria, piuria (dengan silinder pus di dalam urine) dan bakteriura. Pielonefritis akut tanpa komplikasi terjadi sesudah perjalanan penyakit yang ringan dengan terapi keadaan antibiotik tetapi keadaan ini dapat timbul kembali atau berlanjut jika terdapat refluks vesikoureter, obstruksi, gangguan imunitas, diabetes dan berbagai keadaan lainnya.
B.  Patofisiologi Pielonefritis Akut
Umumnya   bakteri  seperti   Eschericia   coli,   Streptococus   fecalis, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphilococus aureus yang menginfeksi ginjal berasal dari luar tubuh yang masuk melalui saluran kemih bagian bawah (uretra), merambat ke kandung kemih, lalu ke ureter (saluran kemih bagian atas yang menghubungkan kandung kemih dan ginjal) dan tibalah ke ginjal, yang kemudian menyebar dan dapat membentuk koloni infeksi dalam waktu 24-48 jam. Infeksi bakteri pada ginjal juga dapat disebarkan melalui alat-alat seperti kateter dan bedah urologis. Bakteri lebih mudah menyerang ginjal bila terdapat   hambatan   atau   obstruksi   saluran   kemih   yang   mempersulit pengeluaran urin, seperti adanya batu atau tumor.
Patogenesis infeksi saluran kemih sangat kompleks, karena tergantung dari banyak faktor seperti pejamu (host) dan faktor organisme penyebab. Bakteri dalam urine dapat berasal dari ginjal, ureter, vesika urinaria atau dari uretra. Beberapa faktor predisposisi pielonefritis adalah obstruksi urine, kelainan struktur, urolitiasis, benda asing, refluks. Bakteri uropatogenik yang melekat pada sel uroepitelial, dapat mempengaruhi kontraktilitas oto polos dinding ureter, dan menyebabkan gangguan peristaltik ureter. Melekatnya baktrei ke seluroepitelial, dapat meningkatkan virulensi bakteri tersebut (Kusnawar, 2001).
Mukosa kandung kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang berfungsi sebagai anti bakteri. Rusaknya lapisan ini akibat dari mekanisme invasi baktrei sperti pelepasan toksin dapat menyebabkan bakteri dpat melekat, membentuk koloni pada permukaan mukosa, masuk menembus epitel dan selanjutnya terjadi peradangan. Bakteri dari kandung kemih dapat naik ke ureter dan sampai ke ginjal melalui lapisan tipis cairan (films of fluid), apalagi jiaka ada refluks vesikoureter maupun refluks intrarenal. Bila hanya vesika urinariayang terinfeksi, dapat mengaakibatkan iritasi dan spasme otot polos vesika urinaria, akibatnya rasa ingin miksi terus menerus (urgency) atau miksi berulang kali (frekuensi), dan sakit waktu miksi (disuria). Mukosa vesika urinaria menjadi edema, meradang dan pendarahan (hematuria). Infeksi ginjal dapat terjadi melalui collecting system. Pelvis dan medula ginjal dapat rusak, baik akibat infeksi maupun oleh tekanan urine akibat refluks berupa atrofi ginjal, ginjal dapat membengkak, infiltrasi lekosit polimorfonuklear dalam jaringan interstitial, akibatnya fungsi ginjal dapat terganggu(Hanson, 1999).
Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Kalik dan pelvis  ginjal  juga   akan   berinvolusi.   Resolusi dari  inflamasi   menghsilkan fibrosis dan scarring. Pielonefritis kronis muncul stelah periode berulang dari pielonefritis akut. Ginjal mengalami perubahan degeneratif dan menjadi kecil serta atrophic. Jika destruksi nefron meluas, dapat berkembang menjadi gagal ginjal.
C.  Penyebab Pielonefritis Akut
Bakteri Gram negatif, khususnya Eschericia coli merupakan penyebab utama ISK (85-90%). Walaupun merupakan flora normal dalam tubuh (khususnya usus besar), E. coli sering juga ditemukan di alam bebas (air atau tanah yang tercemar kotoran manusia). Bakteria menyebabkan respon inflamasi saluran kemih namun gambaran klinisnya bervariasi. Pada penderita dengan pielonefritis akut terjadi inflamasi di ginjal dengan respon inflamasi secara umum misalnya demam, peningkatan C reaktif protein, leukosituria (Pai dkk, 2016).
Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus besar) mengakibatkan pielonefritis seperti klebsiella, golongan streptokokus. Infeksi biasanya  berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung kemih. Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat masuknya ke kandung kemih. Berbagai  penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi ginjal. Infeksi juga bisa dibawa ke ginjal dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah. Keadaan lainnya yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi ginjal adalah:
1.      Kehamilan
2.      Kencing manis
3.      Keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi.
Pielonefritis merupakan penyakit saluran kemih bawah yang pada mulanya  berawal dari infeksi saluran kemih bawah. Pielonefritis disebabkan oleh infasi bakteri  pada saluran kemih seperti bakteri : E.coli yang secara normal terdapat pada saluran  pencernaan, dan secara tidak sengaja dapat menginfeksi atau terbawa ke saluran kemih karena pola kebersihan yang salah. Disamping E.coli bakteri lain yang dapat menyebabkan pielonefritis adalah klabsiella, streptococcus. Factor lain sebagai  predisposisi Pielonefritis seperti : kehamilan, kondisi imun yang menurun, obstruksi saluran kemih, VUR, diabetes. Pielonefritis terjadi berawal dari invasi bakteri ke dalam saluran kemih bagian  bawah, kondisi tubuh dengan imun yang rendah, obstruksi saluran kemih, VUR dapat menghambat eleminasi bakteri kedalam urine sehingga bakteri dapat berkembang biak dan menginfeksi mukosa saluran kemih, di samping itu pada penderita diabetes dengan kadar gula yang tinggi mengakibatkan glukosa yang lolos dalam filtrasi hanya dapat direabsorbsi sebesar nilai maksimal reabsorbsi glukosa yaitu 220, sisa glukosa yang tidak dapat direabsorbsi lagi akan terbawa dan terkandung dalam urine, hal tersebut mengakibatkan bakteri dapat berkembang biak secara cepat dalam saluran kemih dan menginfeksi saluran kemih. Kehamilan, pada saat kehamilan hormone estrogen meningkat sehingga akan mengakibatkan vasodilatasi pada pembuluh darah, vasodilatasi mengakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler yang akhirnya akan mengakibatkan kebocoran protein plasma ke dalam interstitial dan menarik cairan plasma ikut  bersamanya, hal tersebut akan mengakibatkan tingginya tekanan onkotik plasma pada filtrasi glomelurus yang akan mengakibatkan cairan berpindah dari kapsula bowment ke kapiler glomelurus melawan gaya filtrasi, disamping itu pada kehamilan terjadi  penekanan pada vesika dan saluran kemih yang akan menghambat aliran urine dan mengakibatkan penurunan eleminasi bakteri bersama urine. Dari mekanisme diatas, akan terjadi infeksi pada saluran kemih bawah dan apabila tubuh tidak mampu mengatasi fluktuasi bakteri dalam saluran kemih, maka  bakteri tersebut akan naik ke saluran kemih bagian atas yang mengakibatkan peradangan-infeksi diparemkin ginjal (Pielonefritis). Pielonefritis merupakan kondisi yang sudah terjadi infeksi dalam paremkim ginjal sehingga dapat diangkat diagnose.
Pada pielonefritis terjadi reaksi radang dan pengikatan antara antigen dan antibody,  pengikatan tersebut mengakibatkan tubuh akan melepaskan mediator-mediator kimia yang dapat menimbulkan gejala inflamasi. Mediator EP (endogen pirogen) dapat mengakibatkan peningkatan suhu tubuh karena EP merangsang prostaglandin untuk meningkatkan thermostat tubuh di hipotalamus dengan gejala ini dapat diangkat diagnose keperawatan hipertermi. Kalekrein juga dapat menimbulkan rasa nyeri pada pinggang akibat peradangan atau kerusakan jaringan parenkim ginjal karena saat radang mediator ini dilepas untuk merangsang pusat sensori nyeri, dengan demikian dapat diangkat diagnose keperawatan nyeri akut. Disamping itu akibat kelainan pada medulla ginjal yang mengakibatkan gangguan dalam pemekatan urine ditambah lagi peningkatan GFR akibat mekanisme radang pada ginjal mengakibatkan timbulnya poliuri sehingga dapat diangkat diagnose keperawatan.
Kehilangan cairan yang  berlebih baik ekstrasel maupun intrasel akibat gangguan dalam proses reabsorbsi mengakibatkan sel-sel tubuh mengalami dehidrasi sehingga dapat diangkat diagnose keperawatan kekurangan cairan tubuh.
D.  Tanda dan Gejala Pielonefritis Akut
Tanda dari pielonefritis akut antara lain :
1.      Lekositosis
2.      Adanya bakteri dan sel darah putih dalam urine
3.      Disuria
4.      Terjadi pembesaran ginjal disertai infiltrasi interstitial sel-sel inflamasi
Gelala dari pielonefritis akut antara lain :
1.       Sering buang air kecil yang terasa sakit dan tidak nyaman. Kondisi ini biasanya mirip dengan gejala awal dari infeksi saluran kemih. Bau urine yang tidak seperti biasanya.
  1. Rasa sakit dan tidak nyaman di sekitar perut samping, atau bagian punggung.
  2. Demam atau menggigil.
  3. Mual dan muntah.
  4. Merasa kelelahan.
  5. Diare.
  6. Kehilangan selera makan.
E.    Komplikasi yang Dapat Terjadi dari Pielonefritis Akut
Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut :
1.      Nekrosis papila ginjal, sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah,pada area medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila ginjal, terutama pada penderita diabetes militus atau pada tempat terjadinya obstruksi
2.      Fionefrosis
Terjadi apabila dittemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi, sehingga ginjal mengalami peregangan adanya pus.
3.      Abses perinefrik
Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.
F.   Pencegahan dan Pengobatan Pielonefritis Akut
Penyakit pielonefritis dapat dicegah dengan cara tidak menahan rasa ingin buang air kecil serta mencukupi kebutuhan air minum, selain itu pencegahan penyakit pielonefritis ini juga dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan oergan ekskresi khususnya yang berhubungan dengan saluran kencing (Sugeng, 2014).
Penyakit pielonefritis dapat diobati dengan antibiotik yang dimasukkan lewat nadi. Setelah gejala membaik, antibiotik yang dikonsumsi melalui mulut dapat dibutuhkan selama 3 minggu.Obat-obat dan cairan bagi rasa sakit juga diberikan melalui nadi jika terjadi dehidrasi. Untuk infeksi saluran urin yang kambuh, antibiotik dengan dosis rendah diberikan setiap hari untuk beberapa minggu untuk mencegah infeksi. Jika batu ginjal menyebabkan infeksi, ahli urin dapat meminta Anda melalukan Shock Wave Lithotripsy, laser, atau pembedahan untuk mengeluarkan batunya. Pada orang dewasa, pengulangan kultur urin harus dilakukan untuk memastikan infeksi tidak kambuh. Jika tes menunjukan infeksi, konsumsi antibiotik selama 14 hari harus kembali dilakukan, jika masih terjadi, konsumsi antibiotik diperpanjang hingga 6 minggu.





















BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus, dan jaringan interstisial dari salah satu atau kedua ginjal. Gangguan ini tidak dapat dilepaskan dari infeksi saluran kemih. Infeksi ginjal lebih sering terjadi pada wanita, hal ini karena saluran kemih bagian bawahnya (uretra) lebih pendek dibandingkan laki-laki, dan saluran kemihnya terletak berdekatan dengan vagina dan anus, sehingga lebih cepat mencapai kandung kemih dan menyebar ke ginjal. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah tidak menahan rasa ingin buang air kecil serta mencukupi kebutuhan air minum selain itu menjaga kebersihan oergan ekskresi khususnya yang berhubungan dengan saluran kencing. Pengobatan yang dapat dilakukan adalah menggunakan antibiotik yang dimasukkan lewat nadi. Untuk infeksi saluran urin yang kambuh, antibiotik dengan dosis rendah diberikan setiap hari untuk beberapa minggu untuk mencegah infeksi.















DAFTAR PUSTAKA
Brunner, L dan Suddarth, D. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah ( H. Kuncara, A. Hartono, M. Ester, Y. Asih, Terjemahan). Ed 8. Vol 1. Jakarta: EGC.
Kumala, S., Raisa, N., Rahayu, L. & Kiranasasi, A., 2009. UjiKepakaanBakeri Yang Diisolasi Dari Urin Penderita Infeksi Saluran Kemih (ISK) Terhadap Beberapa Antibiotik Pada Periode Maret-Juni 2008. Majalah Ilmu Kefarmasian, 6 (2), 1693-9883.
Mc Phee, S. J., dan Ganong, W. F. 2010. Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju Kedokteran Klinis. Edisi 5, 64. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Pai, Reifanli M, Adrian Umboh, dan Rocky Wilar. 2016. Hubungan Kebiasaan Mandi dengan Kejadian Leukosituria Pada Anak di Kelurahan Karame. Jurnal e-Clinic (e-CI). Volume 4 nomor 1.
Priyanto.2008.  Farmakologi Dasar Untuk Mahasiswa Keperawatan & Farmasi. Lembaga Studi dan Konsultasi (Leskonfi). Depok, 83.
Robbins, Contran. 2006. Dasar Patologis Penyakit. Edisi 7. Jakarta : EGC
Santoso, B. 1990. Peta Klasifikasi Antibiotik dan Prinsip Pemilihan dan Pemakaiannya dalam Klinik, Kristin, E., Mustofa, Santoso, B., Suryawati, S., dalam Pemilihan dan Pemakaian Antibiotik dalam Klinik. Yogyakarta: Yayasan Melati Nusantara.
Tambayong, jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
Tambayong, jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Widiarta, Bayu. 2012. Konsep Penyakit Pielonefritis. https://www.academia.edu/6828789/KONSEP_PENYAKIT_PIELONEFRITIS_A, diakses 23 Juni 2016.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keprawatan. Edisi 7. Jakarta : EGC


0 comments:

Post a Comment