LAPORAN
PRAKTIKUM PARASITOLOGI
Nadine
Nastiti (I1A015119)
Kelompok : 4
Rombongan : II
PEMERIKSAAN FESES MENGGUNAKAN METODE APUNG DAN HARADA
MORI
KEMENTERIAN
RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS
ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN
KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2016
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Parasitologi mempelajari organisme yang hidup untuk
sementara atau menetap didalam atau pada permukaan organisme lain dengan maksud
untuk mengambil sebagian atau seluruh kebutuhan makanannya. Organisme ini
disebut parasit (Djaenudin dan Ridad, 2005).
Cacing merupakan salah satu
parasit yang menghinggapi manusia. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing
masih tetap ada dan masih tinggi prevalensinya, terutama di daerah yang
beriklim tropis seperti Indonesia. Hal ini merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang masih perlu ditangani. Penyakit infeksi yang disebabkan cacing
itu dapat di karenakan di daerah tropis khususnya Indonesia berada dalam posisi
geografis dengan temperatur serta kelembaban yang cocok untuk berkembangnya
cacing dengan baik (Kadarsan,2005)
Penyakit
kecacingan banyak ditemukan di daerah dengan kelembaban tinggi terutama pada kelompok
masyarakat dengan kebersihan diri dan sanitasi lingkungan yang kurang baik.
Usia sekolah dasar merupakan golongan yang sering terkena infeksi kecacingan
karena sering berhubungan dengan tanah. Salah satu penyakit kecacingan adalah
penyakit cacing usus yang ditularkan melalui tanah atau sering disebut soil
transmitted helminths. Jenis cacing yang terpenting adalah cacing gelang (Ascaris
lumbricoides), cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator
americanus) dan cacing cambuk (Trichuris trichiura) (Fitri, 2012).
Penyakit Kecacingan tersebar luas, baik di pedesaan
maupun di perkotaan. Penyakit kecacingan di Indonesia masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat karena
prevalensinya yang masih sangat tinggi yaitu antara 45-65%. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan hubungan antara pengetahuan, perilaku
dan sanitasi lingkungan dengan angka kecacingan pada anak Sekolah Dasar (SD)
(Chaddijah, 2014).
B. Tujuan
Tujuan praktikum pemeriksaan metode apung dan harada
mori adalah mengetahui teknik pemeriksaan telur
cacing parasit pada feses dan mengetahui
adanya infeksi telur cacing parasit pada orang yang diperiksa fesesnya.
II.
METODE
A.
Alat
dan Bahan
1. Metode
Apung Tanpa Disentrifugasi
1). Beaker
glass
2). Tabung reaksi
3). Penyaring teh
4). Pengaduk lidi
5). Object glass
6). Cover glass
7). Mikroskop
8). 10 gram tinja
9). Larutan NaCl jenuh (33%)
10). Aquades.
2. Metode
Apung Dengan Disentrifugasi
1). Beaker
glass
2). Tabung sentrifugasi
3). Penyaring teh
4). Pengaduk lidi
5). Object glass
6). Cover glass
7). Mikroskop
8). 10 gram tinja
9). Larutan NaCl jenuh (33%)
10). Aquades.
3. Metode Harada Mori
1). Plastik 30 x 200 mm
2). Kertas saring 3 x 15 cm
3). Lidi
4). 10 gram tinja
5). Aquades
6). Tempat menggantung plastic
7). Spidol
B.
Cara
Kerja
1. Metode
Apung Tanpa Disentrifugasi
a) 10
gram feses dicampur dengan 200 ml larutan NaCl jenuh (33%), kemudian diaduk
hingga larut.
b) Bila terdapat serat-serat disaring terlebih dahulu
dengan penyaring teh.
c) Tuangkan ke dalam tabung reaksi sampai penuh, yaitu
rata dengan permukaan tabung.
d) Diamkan 5-10 menit, kemudian letakkan cover glass dan
segera angkat.
e) Cover glass diletakkan diatas objek glass, kemudian
diamati dibawah mikroskop.
2. Metode
Apung Dengan Disentrifugasi
a) 10 gram feses dicampur dengan 200 ml larutan NaCl jenuh
(33%), kemudian diaduk hingga larut.
b) Bila terdapat serat-serat disaring terlebih dahulu
dengan penyaring teh.
c) Tuangkan ke dalam tabung sentrifugasi.
d) Tabung tersebut diputar pada alat sentrifugasi selama 5 menit dengan
putaran 10 x tiap menit.
e) Kemudian larutan bagian permukaan diambil dengan ose
dan ditaruh pada objek glass.
f) Objek glass ditutup dengan cover glass, kemudian
diamati dibawah mikroskop.
3. Metode Harada Mori
a) Plastik diisi aquades 5 ml.
b) Feses dioleskan dengan lidi pada kertas saring sampai
mengisi sepertigas bagian tengahnya.
c) Kemudian kertas saring dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Cara memasukan kertas saring dilipat membujur dengan ujung kertas
menyentuh permukaan aquades.
d) Tulis nama penderita, tanggal penanaman, tempat
penderita dan nama mahasiswa.
e) Kertas saring diambil dan dimasukan kedalam plastic
yang berisi 5 ml aquades, kemudian digantung dengan penjepit.
f) Simpan pada suhu kamar selama 3-7 hari.
III.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
a.
Hasil
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilaksanakan dengan
metode apung dan metode harada mori, diketahui bahwa sampel feses dari :
1.
Nama : Muhammad Farik Alfarizi
Jenis Kelamin :
Laki-laki
Umur : 7 tahun
Sekolah : SDN Pandak
Alamat :
Pandak Rt 02/Rw 01, Baturraden, Banyumas.
Metode yang
digunakan
|
Hasil Pengamatan
|
Keterangan
|
Metode apung
tanpa disentrifugasi
|
Negative
|
1.
Lingkungan bersih
dan sehat
2.
Pola makan sehat
3.
Jamban bersih
4.
Selalu menerapkan
PHBS
|
Metode apung
disentrifugasi
|
Negative
|
1.
Lingkungan bersih
dan sehat
2.
Pola makan sehat
3.
Jamban bersih
4.
Selalu menerapkan
PHBS
|
Metode harada
mori
|
Negative
|
1.
Lingkungan bersih
dan sehat
2.
Pola makan sehat
3.
Jamban bersih
4. Selalu menerapkan PHBS
|
2.
Nama : Alvian Ngainul Adnan
Jenis Kelamin :
Laki-laki
Umur : 8 tahun
Sekolah :
SDN Pandak
Alamat :
Pandak Rt 02/Rw 01, Baturraden, Banyumas.
Metode yang
digunakan
|
Hasil Pengamatan
|
Keterangan
|
Metode apung
tanpa disentrifugasi
|
Negative
|
1.
Lingkungan bersih
dan sehat
2.
Pola makan sehat
3.
Jamban bersih
4.
Selalu menerapkan
PHBS
|
Metode apung disentrifugasi
|
Negative
|
1.
Lingkungan bersih
dan sehat
2.
Pola makan sehat
3.
Jamban bersih
4.
Selalu menerapkan
PHBS
|
Metode harada
mori
|
Negative
|
1.
Lingkungan bersih
dan sehat
2.
Pola makan sehat
3.
Jamban bersih
4. Selalu menerapkan PHBS
|
3.
Nama : Sifa Fitriani
Jenis Kelamin :
Perempuan
Umur : 7 tahun
Sekolah : SDN Pandak
Alamat :
Desa Pandak Rt 04/Rw 01, Baturraden, Banyumas.
Metode yang
digunakan
|
Hasil Pengamatan
|
Keterangan
|
Metode apung
tanpa disentrifugasi
|
Positive
|
1.
Jamban tidak
sehat (sungai)
2.
Pola makan sehat
3.
Sumber air tidak
bersih
4.
Selalu menerapkan
PHBS
|
Metode apung
disentrifugasi
|
Negative
|
1.
Jamban tidak
sehat (sungai0
2.
Jarum ose kurang
menjangkau telur
3.
Sumber air kurang
bersih
4.
Selalu menerapkan
PHBS
|
Metode harada
mori
|
Negative
|
1.
Jamban tidak
sehat (sungai)
2.
Jarum ose tidak
menjangkau telur saat dioleskan ke kertas saring
3.
Sumber air
kurang bersih
4. Selalu menerapkan PHBS
|
b.
Pembahasan
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan tinja
adalah metode apung dan metode harada mori. Prinsip kerja metode apung
berdasarkan berat jenis telur-telur yang lebih ringan daripada berat jenis
larutan yang digunakan sehingga telur terapung dipermukaan, dan juga untuk
memisahkan partikel-partikel yang besar yang terdapat dalam tinja. Pemeriksaan
metode apung menggunakan larutan garam jenuh direkomendasikan untuk
pendeteksian telurAncylostoma duodenale dan Necator americanus (metode terbaik), Ascaris lumbricoides, Hymenolepis
nana, Taenia spp., dan Trichuris trichiura.Metode
apung tidak sesuai digunakan untuk mendeteksi trematoda dan Schistosoma spp (Maharani, 2013).
Dalam praktikum pemeriksaan infeksi parasit pada feses anak SD dengan
menggunakan beberapa metode, praktikan menjumpai beberapa kelebihan dan
kekurangan dari masing-masing metodenya. Kelebihan dan kekurangan tersebut,
adalah sebagai berikut :
1. Metode
Apung
a. Metode
Apung tanpa Disentrifugasi
Ø Kelebihan :
·
Telur dapat terlihat dengan jelas.
·
Dapat digunakan dalam infeksi berat maupun ringan.
Ø Kekurangan :
·
Waktu yang diperlukan lama.
·
Membutuhkan ketelitian agar sampel yang dituangkan dalam tabung reaksi
membentuk cembung di permukaan tabung.
·
Membutuhkan ketelitian agar telur pada permukaan tidak turun lagi.
·
Sampel yang dibutuhkan lumayan banyak.
b. Metode Apung
dengan Disentrifugasi
Ø Kelebihan :
·
Dapat digunakan untuk infeksi berat maupun ringan.
·
Telur dapat terlihat dengan jelas karena kotoran sudah terpisah
saat tabung sentrifugasi dimasukan dalam sentrifugator.
·
Waktu yang dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan Metode Apung
tanpa Disentrifugasi.
Ø Kekurangan :
·
Membutuhkan ketelitian dan kehati-hatian saat permukaan sampel
dalam tabung sentrifugasi akan diambil dengan jarum ose.
·
Membutuhkan ketelitian agar telur tidak turun lagi.
2. Metode
Harada Mori
Dibawah ini merupakan
kelebihan dan kekurangan saat kelompok praktikan melakukan pemeriksaan feses
dengan menggunakan metode Harada Mori :
Ø Kelebihan :
·
Lebih mudah diamati saat berada dibawah mikroskop karena larva infektif
berukuran lebih besar daripada telur.
·
Sampel yang digunakan lebih sedikit.
Ø Kekurangan :
·
Membutuhkan waktu yang lama karena harus disimpan selama ±7hari.
·
Hanya dilakukan untuk identifikasi larva cacing tambang.
·
Membutuhkan ketelitian dan kehati-hatian saat memasukan ketas saring
dalam plastik.
·
Setelah ±7 hari sampel dalam plastik terlalu sedikit.
Pada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan secara
kualitatif dengan metode apung. Pemeriksaan ini digunakan untuk feses yang mengandung sedikit telur. Prinsip kerjanya
berdasarkan berat jenis telur yang lebih ringan dibandingkan berat jenis
larutan. Pemeriksaan ini hanya cocok untuk telur Nematoda, Schistosoma, Dibotriocephalus, telur-telur
yang berpori dari famili Taenidae, Acanthocephala ataupun telur Ascaris yang infertile.
Dilihat
dari tabel hasil 1 di atas, pemeriksaan feses Fariq dan
Alvian menggunakan metode apung (dengan dan tanpa
disentrifugasi) tidak ditemukan telur parasit dalam praktikum
ini. Berarti, Fariq dan Alvian tidak terinfeksi parasit. Hal ini mungkin saja terjadi karena:
·
Kondisi anak yang dalam
keadaan sehat dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.
·
Kurang ketepatan praktikan yang
mungkin terjadi pada saat pengambilan sampel feses dan pembuatan preparat.
·
Kurang ketelitian
praktikan saat melakukan pengamatan sampel menggunakan mikroskop.
·
Waktu pengambilan feses
yang terpaut dekat dari hari praktikum.
·
Kondisi feses yang
masih segar.
Pada pemeriksaan feses ini, kemungkinan yang dapat ditemukan adalah
telur Ascaris lumbricoides, telur Trichiuris
trichiura, telur cacing tambang, dan larva rhabditiform Strongyloides
stercoralis serta dapat juga ditemukan cacing dewasa.
Ascaris lumbricoides memiliki empat bentuk telur, yaitu tipe dibuahi (fertilized),
tidak dibuahi (afertilized), matang, dan dekortikasi. Telur yang
dibuahi besarnya 60 x 45 mikron, dinding tebal terdiri dari dua lapis. Lapisan
luarnya terdiri dari jaringan albuminoid, sedangkan lapisan dalam jernih. Isi
telur berupa massa sel telur. Telur yang tidak dibuahi berbentuk lonjong dan
lebih panjang daripada tipe yang dibuahi, besarnya 90 x 40 mikron, dan dinding
luarnya lebih tipis. Isi telur adalah massa granula refraktil. Telur matang
berisi larva (embrio), tipe ini menjadi infelatif setelah berada di tanah
kurang lebih 3 minggu. Telur yang dekortikasi tidak dibuahi tetapi lapisan
luarnya (albuminoid) sudah hilang (Onggowaluyo, 2002). Ciri-ciri telur
yang telah disebutkan di atas tidak terdapat pada pengamatan feses Fariq dan
Alvian, sehingga Fariq dan Alvian dinyatakan tidak terinfeksi
parasit Ascaris lumbricoides.
Telur
Trichuris trichura berukuran 50x25
, berbentuk mirip tempayan kayu
atau biji melon, berwarna coklat, dan memiliki 2 kutub jernih yang menonjol
(Soedarto, 2011). Ciri-ciri telur yang disebutkan diatas tidak terdapat pada
pengamatan feses Fariq dan Alvian, sehingga Fariq dan Alvian dinyatakan tidak
terinfeksi parasite Trichuris trichura.
Telur
cacing Strongyloides stercoralis berukuran 55 x 30 µ, berbentuk
lonjong mirip cacing tambang, mempunyai dinding tipis dan transparan. Telur
diletakkan di dalam mucosa usus, kemudian menetas menjadi larva rabditiform,
sehingga tidak ditemukan telur dalam tinja. Larva rhabditiform mempunyai ukuran
200 – 250µ, memiliki esophagus dan bulbus esophagus yang mengisi ¼ bagian
anterior (Soedarto, 2011). Ciri-ciri larva yang telah disebutkan di atas tidak
terdapat pada pengamatan feses Fariq dan Alvian, sehingga Fariq dan Alvian
dinyatakan tidak terinfeksi parasit Strongyloides stercoralis.
Morfologi
telur antar cacing tambang sulit dibedakan. Telur cacing tambang berbentuk
lonjong, dengan ukuran sekitar 60x40
. Telur tidak berwarna dan
berdinding tipisyang tembus sinar (Soedarto, 2011). Ciri-ciri telur yang
disebutkan diatas tidak terdapat pada pengamatan feses Fariq dan Alvian,
sehingga Fariq dan Alvian dinyatakan tidak terinfeksi parasite cacing tambang.
Dilihat
dari tabel hasil 2
di atas, pemeriksaan feses Sifa menggunakan metode
apung (dengan
dan tanpa disentrifugasi) ditemukan telur parasit dalam
praktikum ini. Berarti, Sifa
terinfeksi parasit. Hal ini mungkin
saja terjadi karena:
·
Kondisi anak yang dalam
keadaan kurang sehat dan tidak menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.
·
Ketepatan praktikan
yang mungkin terjadi pada saat pengambilan sampel feses dan pembuatan preparat.
·
Ketelitian praktikan
saat melakukan pengamatan sampel menggunakan mikroskop.
·
Waktu pengambilan feses
yang terpaut dekat dari hari praktikum.
·
Kondisi feses yang
masih segar.
Ascaris lumbricoides memiliki empat bentuk telur, yaitu tipe dibuahi (fertilized),
tidak dibuahi (afertilized), matang, dan dekortikasi. Telur yang
dibuahi besarnya 60 x 45 mikron, dinding tebal terdiri dari dua lapis. Lapisan
luarnya terdiri dari jaringan albuminoid, sedangkan lapisan dalam jernih. Isi
telur berupa massa sel telur. Telur yang tidak dibuahi berbentuk lonjong dan
lebih panjang daripada tipe yang dibuahi, besarnya 90 x 40 mikron, dan dinding
luarnya lebih tipis. Isi telur adalah massa granula refraktil. Telur matang
berisi larva (embrio), tipe ini menjadi infelatif setelah berada di tanah
kurang lebih 3 minggu. Telur yang dekortikasi tidak dibuahi tetapi lapisan
luarnya (albuminoid) sudah hilang (Onggowaluyo, 2002). Ciri-ciri telur
yang telah disebutkan di atas terdapat pada pengamatan feses Sifa, sehingga
Sifa dinyatakan terinfeksi parasit Ascaris lumbricoides.
Dilihat
dari tabel hasil 1 dan 2 di atas, pemeriksaan feses Fariq, Alvian dan Sifa menggunakan metode Harada Mori tidak
ditemukan larva parasit dalam praktikum ini. Berarti, Farah diduga tidak
terinfeksi parasit cacing tambang.
Hasil
negative pada metode Harada Mori yang dilaksanakan dapat disebabkan oleh
kesalahan dalam melakukan cara kerja, diduga kertas saringan tidak menempel
pada air sehingga larva tidak turun dan tidak dapat ditemukan menggunakan
mikroskop.
Harada
Mori merupakan metode yang paling efektif untuk mendeteksi cacing tambang.
Terbukti bahwa metode Harada Mori memiliki ketelitian lebih dibandingkan dengan
metode pemeriksaan tinja yang lain dalam mendeteksi cacing tambang. Jika
dilakukan dengan benar, metode ini sensitif, sederhana, ekonomis dan mudah
dilakukan (Shahid, 2010).
Manusia
merupakan hospes satu-satunya bagi cacing tambang. Telur cacing tambang
spesies Necator americanus dan Ancylostoma duodenale sulit
dibedakan satu dengan yang lain, perbedaan hanya sedikit dalam hal ukurannya,
yaitu Necator americanus berukuran 64 x 36 µ,
sedangkan Ancylostoma duodenale berukuran 56 x 36 µ. Telur ini keluar
bersama feses penderita, setelah 1-2 hari akan menetas menjadi larva
rabditiform. Setelah mengalami pergantian kulit 2 kali, larva rabditiform
berubah menjadi larva filariform (Shahid, 2010).
Larva
filariform cacaing tambang adalah larva infektif untuk manusia. Larva ini
berukuran 500 – 700 µ, tidak mempunyai rongga mulut dan bulbus esophagus
(Soedarto, 2011). Ciri-ciri larva yang telah disebutkan di atas tidak terdapat
pada pengamatan feses Fariq, Alvian dan Sifa dengan metode harada mori sehingga
Fariq, Alvian dan Sifa diduga tidak terinfeksi parasit cacing tambang.
IV.
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Metode apung adalah teknik pemeriksaan telur secara
kualitatif. Metode ini memakai larutan NaCl jenuh atau larutan gula jenuh dan
terutama dipakai untuk pemeriksaan feces yang mengandung telur sedikit (infeksi
ringan). Prinsip kerjanya yaitu berat jenis telur yang lebih ringan dibanding
berat jenis larutan.
Modifikasi Harada-Mori merupakan teknik pemeriksaan
larva pada feces, dengan cara kerja telur cacing dapat berkembang menjadi larva
infektif pada kertas saring basah selama 3-7 hari pada suhu kamar untuk
mendukung perkembangan larva infektif. Kemudian larva akan ditemukan di dalam
air yang terdapat pada ujung kantong plastik.
Hasil pemeriksaan feses Sifa yang telah dilakukan menunjukkan hasil
positif karena
ditemukan adanya telur
yang diduga telur Ascaris lumbricoides fertil
dan dekortifikasi melalui metode apung tanpa disentrifugasi, dan tidak ditemukan larva cacing tambang melalui
modifikasi Harada Mori. Hal ini sesuai dengan pola hidup dan lingkungan sekitar
tempat tinggal responden, seperti sering bermain tanah, tidak tersedia sabun
cuci tangan di rumah, tidak terdapat jamban di dalam rumah dan terdapat hewan
ternak di sekitar tempat tinggal.
Sedangkan
hasil pemeriksaan feses Fariq dan
Alvian melalui metode apung dengan disentrifugasi
didapatkan hasil negatif karena tidak ditemukan telur cacing parasit. Hal ini
disebabkan karena kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi pada saat praktikum.
b.
Saran
Saran
dari saya yaitu dalam melakukan
kegiatan praktikum pemeriksaan metode
apung ( dengan disentrifugasi dan tanpa disentrifugasi) dan metode harada mori
di laboratorium hendaknya dilakukan dengan hati-hati dan bekerja selalu menggunakan sarung tangan agar mengurangi terjadinya
penularan penyakit.
Asisten praktikum sebaiknya tetap dekat dengan
kelompok agar lebih mudah menjelaskan serta dapat berbicara lebih kencang agar
satu kelompok mendengar semua dan kedisiplinan waktu saat kegiatan pratikum sangat diperlukan.
DAFTAR
PUSTAKA
Chadijah,
Siti, Phetisya P.F Sumolang, Ni Nyoman. 2014. “Hubungan Pengetahuan,
Perilaku, Dan Sanitasi Lingkungan Dengan Angka Kecacingan Pada Anak Sekolah
Dasar Di Kota Palu (The Association Of Knowledge, Practice And Enviromental
Sanitation And Soil Transmitted Helminth Prevalence In Elementary School
Student In Palu Municipality) “.Media Litbangkes Vol. 24 (01) : 50-56.
Fitri, Juni., Saam, Z.,
Hamidy , MY. 2012. “Analisis Faktor-Faktor Risiko Infeksi Kecacingan
Murid Sekolah Dasar Di Kecamatan Angkola Timur Kabupaten Tapanuli Selatan
Tahun 2012”. Jurnal Ilmu Lingkungan Program studi Ilmu Lingkungan PPS
Riau. Vol. 6 (2).
Maharani, P. Anggitha,
Liena, Sofiana. 2013. “Validitas Metode Apung Pemeriksaan Kecacingan Pada Anak
Sekolah Dasar”. Jurnal, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad
Dahlan.
Natadisastra, Djaenudin dan Ridad Agoes. 2005.
Parasitologi
Kedokteran: Ditinjau Dari Organ Tubuh Yang Diserang. Jakarta:
EGC..
Nuraini, Sri. 2009. “Gambaran Infeksi Kecacingan Pada Siswa SDN 01 Way Gubak
Kec. Panjang Bandar Lampung”. Jurnal
Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang. Volume 1.
Onggowaluyo,
Jangkung Samidjo. 2002. Parasitologi Medik I Helmintologi Pendekatan Aspek
Identifikasi, Diagnosis, dan Klinik. Jakarta: Penerbit Buku EGC.
Shahid dkk. 2010. “Identicifation of Hookworm Species in Stool By Harada
Mori Culture”.
Bangladesh Society of Medical
Microbiologists: Bangladesh J Med Microbiol 2010; 04 (02): 03-04.
Soedarto. 2011. Buku Ajar
Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Sagung Seto.
Staff
Pengajar FKUI. 2008. Buku Ajar
Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Parasitologi
FKUI.
LAMPIRAN
b. Dokumentasi
Gambar 1. Telur cacing Ascaris lumbricoides yang fertil dan dekortifikasi melalui metode
apung tanpa disentrifugasi
Gambar 2. Tidak ditemukan telur cacing parasit
melalui metode apung dengan disentrifugasi
Gambar 3. Metode
harada mori pada sample di hari ke enam
Gambar 4.
Alat sentrifugasi
0 comments:
Post a Comment