This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Wednesday, December 28, 2016

PERENCANAAN KOMUNIKASI KESEHATAN KIE



TUGAS TERSTRUKTUR
PERENCANAAN KOMUNIKASI KESEHATAN MODEL P PROCESS
KUMPUL IBU CERDAS TANGGAP TBC “KUBAT” DI KABUPATEN KEBUMEN
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Komunikasi Informasi dan Edukasi Kesehatan



 




       Disusun Oleh:
 Kelompok 7, Kelas A
1.         Annisa Nurmaya Nindiasty  G1B013064
2.         Liana Kurniasih                    I1A015005
3.         Iffa Dieni Pratiwi                  I1A015026
4.         Nafiah Nuzul Fajriyati         I1A015047
5.         Dhita Rachmawati                I1A015069
6.         Pradina Mutia Abdilla          I1A015088
7.         Maharani Kartikasari          I1A150103
8.         Nadine Nastiti                        I1A015119


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2016


PENDAHULUAN

Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pernyataan oleh satu pihak kepada pihak yang lainnya atau banyak pihak supaya bisa terhubung dengan lingkungan yang ada di sekitarnya. Dalam proses komunikasi terdapat istilah komunikan dan komunikator. P Process adalah sebuah kerangka yang menggambarkan tahap demi tahap bagaimana mengembangkan strategi program komunikasi. P process sangat dibutuhkan untuk menyusun suatu program kesehatan.
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia. Penyakit Tuberkulosis (TB) sudah sangat lama di kenal oleh manusia. Penyebabnya adalah Kuman Mycobacterium Tuberculosis yang ditemukan oleh Robert Koch pada Tahun 1882. World Health Organitation (WHO) telah memperkirakan bahwa pada tahun 1990 sampai 2000 terjadi peningkatan penderita tuberkulosis dari 7,5 juta menjadi 10,2 juta dengan jumlah kematian seluruhnya. Hasil Survey Prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara Nasional 110 per 100.000 penduduk. TB masih merupakan masalah kesehatan masyarakat hal ini dapat ditunjukan oleh data perkiraan prevalensi penularannya. 

METABOLISME LEMAK BIOKIMIA



TUGAS TERSTRUKTUR
“METABOLISME LEMAK”
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Biokimia




Disusun Oleh :
Nadine Nastiti
I1A015119


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PERGURUAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2016


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Salah satu kelomok senyawa organic yang terdapat dalam tumbuhan, hewan, atau manusia dan yang sangat berguna bagi kehidupan ialah lipid. Untuk memberikan definisi yang jelas tentang lipid sangat sukar, sebab senyawa yang termasuk lipid tidak mempunyai rumus struktur yang serupa atau mirip. Sifat kimia dan fungsi biologinya juga berbeda-beda. Walaupun demikian para ahli biokimia bersepakat bahwa lemak dan senyawa organic yang mempunyai sifat fisika seperti lemak dimasukkan dalam suatu kelompok yang disebut lipid. Adapun sifat fisika yang dimaksud ialah: (1) tidak larut dalam air, tetapi larut dalam satu atau lebih dari pelarut organic misalnya eter, aseton, kloroform, benzene, yang sering juga disebut “ pelarut lemak”; (2) ada hubungan dengan asam-asam lemak atau esternya; (3) mempunyai kemungkinan digunakan oleh makhluk hidup. Jadi berdasarkan pada sifat fisika tadi, lipid dapat diperoleh dari hewan atau tumbuhan dengan cara ekstraksi menggunakan alcohol panas, eter atau pelarut lemak yang lain (Poedjiadi, 2009).
Lipida yang terdapat sebagai bagian dari makanan hewan yang merupakan campuran lipida yang sederhana (terpene dan steroida) dan yang kompleks (triasilgliserol, fosfolipida, sfingolipida dan lilin), yang berasal dari tanaman dan jaringan hewan. Dalam mulut dan lambung hewan, lipida tadi belum mengalami pemecahan yang berarti. Setelah berada dalam intestine maka lipida kompleks, terutama triasilgliserolnya dihidrolis oleh lipase menjadi asam lemak bebas dan sisa (Martoharsono, 2006). 

PEMERIKSAAN FESES MENGGUNAKAN METODE APUNG DAN HARADA MORI

LAPORAN PRAKTIKUM PARASITOLOGI







Nadine Nastiti            (I1A015119)
Kelompok                  : 4
Rombongan               : II



PEMERIKSAAN FESES MENGGUNAKAN METODE APUNG DAN HARADA MORI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2016


I.       PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Parasitologi mempelajari organisme yang hidup untuk sementara atau menetap didalam atau pada permukaan organisme lain dengan maksud untuk mengambil sebagian atau seluruh kebutuhan makanannya. Organisme ini disebut parasit (Djaenudin dan Ridad, 2005).
Cacing merupakan salah satu parasit yang menghinggapi manusia. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tetap ada dan masih tinggi prevalensinya, terutama di daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia. Hal ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang masih perlu ditangani. Penyakit infeksi yang disebabkan cacing itu dapat di karenakan di daerah tropis khususnya Indonesia berada dalam posisi geografis dengan temperatur serta kelembaban yang cocok untuk berkembangnya cacing dengan baik (Kadarsan,2005)
Penyakit kecacingan banyak ditemukan di daerah dengan kelembaban tinggi terutama pada kelompok masyarakat dengan kebersihan diri dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Usia sekolah dasar merupakan golongan yang sering terkena infeksi kecacingan karena sering berhubungan dengan tanah. Salah satu penyakit kecacingan adalah penyakit cacing usus yang ditularkan melalui tanah atau sering disebut soil transmitted helminths. Jenis cacing yang terpenting adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dan cacing cambuk (Trichuris trichiura) (Fitri, 2012).
Penyakit Kecacingan tersebar luas, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Penyakit kecacingan di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat  karena prevalensinya yang masih sangat tinggi yaitu antara 45-65%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan hubungan antara pengetahuan, perilaku dan sanitasi lingkungan dengan angka kecacingan pada anak Sekolah Dasar (SD) (Chaddijah, 2014).



B.     Tujuan
Tujuan praktikum pemeriksaan metode apung dan harada mori adalah mengetahui teknik pemeriksaan telur cacing parasit pada feses dan mengetahui adanya infeksi telur cacing parasit pada orang yang diperiksa fesesnya.


II.    METODE
A.    Alat dan Bahan
1.      Metode Apung Tanpa Disentrifugasi
1).  Beaker glass
2).  Tabung reaksi
3).  Penyaring teh
4). Pengaduk lidi
5). Object glass
6). Cover glass
7). Mikroskop
8). 10 gram tinja
9).  Larutan NaCl jenuh (33%)
10).  Aquades.

2.      Metode Apung Dengan Disentrifugasi
1).  Beaker glass
2).  Tabung sentrifugasi
3).  Penyaring teh
4). Pengaduk lidi
5). Object glass
6). Cover glass
7). Mikroskop
8). 10 gram tinja
9).  Larutan NaCl jenuh (33%)
10).  Aquades.

3.      Metode Harada Mori
1). Plastik 30 x 200 mm
2). Kertas saring 3 x 15 cm
3). Lidi
4). 10 gram tinja
5). Aquades
6). Tempat menggantung plastic
7). Spidol


B.     Cara Kerja
1.      Metode Apung Tanpa Disentrifugasi
a)      10 gram feses dicampur dengan 200 ml larutan NaCl jenuh (33%), kemudian diaduk hingga larut.
b)      Bila terdapat serat-serat disaring terlebih dahulu dengan penyaring teh.
c)      Tuangkan ke dalam tabung reaksi sampai penuh, yaitu rata dengan permukaan tabung.
d)     Diamkan 5-10 menit, kemudian letakkan cover glass dan segera angkat.
e)      Cover glass diletakkan diatas objek glass, kemudian diamati dibawah mikroskop.

2.      Metode Apung Dengan Disentrifugasi
a)      10 gram feses dicampur dengan 200 ml larutan NaCl jenuh (33%), kemudian diaduk hingga larut.
b)      Bila terdapat serat-serat disaring terlebih dahulu dengan penyaring teh.
c)      Tuangkan ke dalam tabung sentrifugasi.
d)     Tabung tersebut diputar  pada alat sentrifugasi selama 5 menit dengan putaran 10 x tiap menit.
e)      Kemudian larutan bagian permukaan diambil dengan ose dan ditaruh pada objek glass.
f)       Objek glass ditutup dengan cover glass, kemudian diamati dibawah mikroskop.

3.      Metode Harada Mori
a)      Plastik diisi aquades 5 ml.
b)      Feses dioleskan dengan lidi pada kertas saring sampai mengisi sepertigas bagian tengahnya.
c)      Kemudian kertas saring dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Cara memasukan kertas saring dilipat membujur dengan ujung kertas menyentuh permukaan aquades.
d)     Tulis nama penderita, tanggal penanaman, tempat penderita dan nama mahasiswa.
e)      Kertas saring diambil dan dimasukan kedalam plastic yang berisi 5 ml aquades, kemudian digantung dengan penjepit.
f)       Simpan pada suhu kamar selama 3-7 hari.



III.        HASIL DAN PEMBAHASAN
a.   Hasil
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilaksanakan dengan metode apung dan metode harada mori, diketahui bahwa sampel feses dari :
1.      Nama                   : Muhammad Farik Alfarizi
Jenis Kelamin       : Laki-laki
Umur                    : 7 tahun
Sekolah                : SDN Pandak
Alamat                 : Pandak Rt 02/Rw 01, Baturraden, Banyumas.
Metode yang digunakan
Hasil Pengamatan
Keterangan
Metode apung tanpa disentrifugasi
Negative
1.      Lingkungan bersih dan sehat
2.      Pola makan sehat
3.      Jamban bersih
4.      Selalu menerapkan PHBS
Metode apung disentrifugasi
Negative
1.      Lingkungan bersih dan sehat
2.      Pola makan sehat
3.      Jamban bersih
4.      Selalu menerapkan PHBS
Metode harada mori
Negative
1.      Lingkungan bersih dan sehat
2.      Pola makan sehat
3.      Jamban bersih
4.      Selalu menerapkan PHBS

2.      Nama                   : Alvian Ngainul Adnan
Jenis Kelamin       : Laki-laki
Umur                    : 8 tahun
Sekolah                : SDN Pandak
Alamat                 : Pandak Rt 02/Rw 01, Baturraden, Banyumas.
Metode yang digunakan
Hasil Pengamatan
Keterangan
Metode apung tanpa disentrifugasi
Negative
1.      Lingkungan bersih dan sehat
2.      Pola makan sehat
3.      Jamban bersih
4.      Selalu menerapkan PHBS
Metode apung disentrifugasi
Negative
1.      Lingkungan bersih dan sehat
2.      Pola makan sehat
3.      Jamban bersih
4.      Selalu menerapkan PHBS
Metode harada mori
Negative
1.      Lingkungan bersih dan sehat
2.      Pola makan sehat
3.      Jamban bersih
4.      Selalu menerapkan PHBS
3.      Nama                   : Sifa Fitriani
Jenis Kelamin       : Perempuan
Umur                    : 7 tahun
Sekolah                : SDN Pandak
Alamat                 : Desa Pandak Rt 04/Rw 01, Baturraden, Banyumas.
Metode yang digunakan
Hasil Pengamatan
Keterangan
Metode apung tanpa disentrifugasi
Positive
1.      Jamban tidak sehat (sungai)
2.      Pola makan sehat
3.      Sumber air tidak bersih
4.      Selalu menerapkan PHBS
Metode apung disentrifugasi
Negative
1.      Jamban tidak sehat (sungai0
2.      Jarum ose kurang menjangkau telur
3.      Sumber air kurang bersih
4.      Selalu menerapkan PHBS
Metode harada mori
Negative
1.      Jamban tidak sehat (sungai)
2.      Jarum ose tidak menjangkau telur saat dioleskan ke kertas saring
3.      Sumber air kurang  bersih
4.      Selalu menerapkan PHBS

b.   Pembahasan
           Metode yang digunakan dalam pemeriksaan tinja adalah metode apung dan metode harada mori. Prinsip kerja metode apung berdasarkan berat jenis telur-telur yang lebih ringan daripada berat jenis larutan yang digunakan sehingga telur terapung dipermukaan, dan juga untuk memisahkan partikel-partikel yang besar yang terdapat dalam tinja. Pemeriksaan metode apung menggunakan larutan garam jenuh direkomendasikan untuk pendeteksian telurAncylostoma duodenale dan Necator americanus (metode terbaik), Ascaris lumbricoides, Hymenolepis nana, Taenia spp., dan Trichuris trichiura.Metode apung tidak sesuai digunakan untuk mendeteksi trematoda dan Schistosoma spp (Maharani, 2013).
Dalam praktikum pemeriksaan infeksi parasit pada feses anak SD dengan menggunakan beberapa metode, praktikan menjumpai beberapa kelebihan dan kekurangan dari masing-masing metodenya. Kelebihan dan kekurangan tersebut, adalah sebagai berikut :
1.    Metode Apung
a.   Metode Apung tanpa Disentrifugasi
Ø  Kelebihan :
·         Telur dapat terlihat dengan jelas.
·         Dapat digunakan dalam infeksi berat maupun ringan.
Ø  Kekurangan :
·         Waktu yang diperlukan lama.
·         Membutuhkan ketelitian agar sampel yang dituangkan dalam tabung reaksi membentuk cembung di permukaan tabung.
·         Membutuhkan ketelitian agar telur pada permukaan tidak turun lagi.
·         Sampel yang dibutuhkan lumayan banyak.
b.  Metode Apung dengan Disentrifugasi
Ø  Kelebihan :
·          Dapat digunakan untuk infeksi berat maupun ringan.
·          Telur dapat terlihat dengan jelas karena kotoran sudah terpisah saat tabung sentrifugasi dimasukan dalam sentrifugator.
·          Waktu yang dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan Metode Apung tanpa Disentrifugasi.
Ø  Kekurangan :
·          Membutuhkan ketelitian dan kehati-hatian saat permukaan sampel dalam tabung sentrifugasi akan diambil dengan jarum ose.
·          Membutuhkan ketelitian agar telur tidak turun lagi.
2.    Metode Harada Mori
Dibawah ini merupakan kelebihan dan kekurangan saat kelompok praktikan melakukan pemeriksaan feses dengan menggunakan metode Harada Mori :
Ø  Kelebihan :
·         Lebih mudah diamati saat berada dibawah mikroskop karena larva infektif berukuran lebih besar daripada telur.
·         Sampel yang digunakan lebih sedikit.
Ø  Kekurangan :
·         Membutuhkan waktu yang lama karena harus disimpan selama ±7hari.
·         Hanya dilakukan untuk identifikasi larva cacing tambang.
·         Membutuhkan ketelitian dan kehati-hatian saat memasukan ketas saring dalam plastik.
·         Setelah ±7 hari sampel dalam plastik terlalu sedikit.
Pada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan secara kualitatif dengan metode apung. Pemeriksaan ini digunakan untuk feses yang mengandung sedikit telur. Prinsip kerjanya berdasarkan berat jenis telur yang lebih ringan dibandingkan berat jenis larutan. Pemeriksaan ini hanya cocok untuk telur Nematoda, Schistosoma, Dibotriocephalus, telur-telur yang berpori dari famili Taenidae, Acanthocephala ataupun telur Ascaris yang infertile.
Dilihat dari tabel hasil 1 di atas, pemeriksaan feses Fariq dan Alvian menggunakan metode apung (dengan dan tanpa disentrifugasi) tidak ditemukan telur parasit dalam  praktikum ini. Berarti, Fariq dan Alvian tidak terinfeksi parasit. Hal ini mungkin saja terjadi karena:
·         Kondisi anak yang dalam keadaan sehat dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.
·         Kurang ketepatan praktikan yang mungkin terjadi pada saat pengambilan sampel feses dan pembuatan preparat.
·         Kurang ketelitian praktikan saat melakukan pengamatan sampel menggunakan mikroskop.
·         Waktu pengambilan feses yang terpaut dekat dari hari praktikum.
·         Kondisi feses yang masih segar.
Pada pemeriksaan feses ini, kemungkinan yang dapat ditemukan adalah telur Ascaris lumbricoides, telur Trichiuris trichiura, telur cacing tambang, dan larva rhabditiform Strongyloides stercoralis serta dapat juga ditemukan cacing dewasa.
Ascaris lumbricoides memiliki empat bentuk telur, yaitu tipe dibuahi (fertilized), tidak dibuahi (afertilized), matang, dan dekortikasi. Telur yang dibuahi besarnya 60 x 45 mikron, dinding tebal terdiri dari dua lapis. Lapisan luarnya terdiri dari jaringan albuminoid, sedangkan lapisan dalam jernih. Isi telur berupa massa sel telur. Telur yang tidak dibuahi berbentuk lonjong dan lebih panjang daripada tipe yang dibuahi, besarnya 90 x 40 mikron, dan dinding luarnya lebih tipis. Isi telur adalah massa granula refraktil. Telur matang berisi larva (embrio), tipe ini menjadi infelatif setelah berada di tanah kurang lebih 3 minggu. Telur yang dekortikasi tidak dibuahi tetapi lapisan luarnya (albuminoid) sudah hilang (Onggowaluyo, 2002). Ciri-ciri telur yang telah disebutkan di atas tidak terdapat pada pengamatan feses Fariq dan Alvian, sehingga Fariq dan Alvian dinyatakan tidak terinfeksi  parasit Ascaris lumbricoides.
Telur Trichuris trichura berukuran 50x25 , berbentuk mirip tempayan kayu atau biji melon, berwarna coklat, dan memiliki 2 kutub jernih yang menonjol (Soedarto, 2011). Ciri-ciri telur yang disebutkan diatas tidak terdapat pada pengamatan feses Fariq dan Alvian, sehingga Fariq dan Alvian dinyatakan tidak terinfeksi parasite Trichuris trichura.
Telur cacing Strongyloides stercoralis berukuran 55 x 30 µ, berbentuk lonjong mirip cacing tambang, mempunyai dinding tipis dan transparan. Telur diletakkan di dalam mucosa usus, kemudian menetas menjadi larva rabditiform, sehingga tidak ditemukan telur dalam tinja. Larva rhabditiform mempunyai ukuran 200 – 250µ, memiliki esophagus dan bulbus esophagus yang mengisi ¼ bagian anterior (Soedarto, 2011). Ciri-ciri larva yang telah disebutkan di atas tidak terdapat pada pengamatan feses Fariq dan Alvian, sehingga Fariq dan Alvian dinyatakan tidak terinfeksi  parasit Strongyloides stercoralis.
Morfologi telur antar cacing tambang sulit dibedakan. Telur cacing tambang berbentuk lonjong, dengan ukuran sekitar 60x40 . Telur tidak berwarna dan berdinding tipisyang tembus sinar (Soedarto, 2011). Ciri-ciri telur yang disebutkan diatas tidak terdapat pada pengamatan feses Fariq dan Alvian, sehingga Fariq dan Alvian dinyatakan tidak terinfeksi parasite cacing tambang.
Dilihat dari tabel hasil 2 di atas, pemeriksaan feses Sifa menggunakan metode apung (dengan dan tanpa disentrifugasi)  ditemukan telur parasit dalam  praktikum ini. Berarti, Sifa terinfeksi parasit. Hal ini mungkin saja terjadi karena:
·         Kondisi anak yang dalam keadaan kurang sehat dan tidak menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.
·         Ketepatan praktikan yang mungkin terjadi pada saat pengambilan sampel feses dan pembuatan preparat.
·         Ketelitian praktikan saat melakukan pengamatan sampel menggunakan mikroskop.
·         Waktu pengambilan feses yang terpaut dekat dari hari praktikum.
·         Kondisi feses yang masih segar.
Ascaris lumbricoides memiliki empat bentuk telur, yaitu tipe dibuahi (fertilized), tidak dibuahi (afertilized), matang, dan dekortikasi. Telur yang dibuahi besarnya 60 x 45 mikron, dinding tebal terdiri dari dua lapis. Lapisan luarnya terdiri dari jaringan albuminoid, sedangkan lapisan dalam jernih. Isi telur berupa massa sel telur. Telur yang tidak dibuahi berbentuk lonjong dan lebih panjang daripada tipe yang dibuahi, besarnya 90 x 40 mikron, dan dinding luarnya lebih tipis. Isi telur adalah massa granula refraktil. Telur matang berisi larva (embrio), tipe ini menjadi infelatif setelah berada di tanah kurang lebih 3 minggu. Telur yang dekortikasi tidak dibuahi tetapi lapisan luarnya (albuminoid) sudah hilang (Onggowaluyo, 2002). Ciri-ciri telur yang telah disebutkan di atas terdapat pada pengamatan feses Sifa, sehingga Sifa dinyatakan terinfeksi  parasit Ascaris lumbricoides.
Dilihat dari tabel hasil 1 dan 2 di atas, pemeriksaan feses Fariq, Alvian dan Sifa  menggunakan metode Harada Mori tidak ditemukan larva parasit dalam  praktikum ini. Berarti, Farah diduga tidak terinfeksi parasit cacing tambang.
Hasil negative  pada metode Harada Mori yang dilaksanakan dapat disebabkan oleh kesalahan dalam melakukan cara kerja, diduga kertas saringan tidak menempel pada air sehingga larva tidak turun dan tidak dapat ditemukan menggunakan mikroskop.
Harada Mori merupakan metode yang paling efektif untuk mendeteksi cacing tambang. Terbukti bahwa metode Harada Mori memiliki ketelitian lebih dibandingkan dengan metode pemeriksaan tinja yang lain dalam mendeteksi cacing tambang. Jika dilakukan dengan benar, metode ini sensitif, sederhana, ekonomis dan mudah dilakukan (Shahid, 2010).
Manusia merupakan hospes satu-satunya bagi cacing tambang. Telur cacing tambang spesies Necator americanus dan Ancylostoma duodenale sulit dibedakan satu dengan yang lain, perbedaan hanya sedikit dalam hal ukurannya, yaitu Necator americanus berukuran 64 x 36 µ, sedangkan Ancylostoma duodenale berukuran 56 x 36 µ. Telur ini keluar bersama feses penderita, setelah 1-2 hari akan menetas menjadi larva rabditiform. Setelah mengalami pergantian kulit 2 kali, larva rabditiform berubah menjadi  larva filariform (Shahid, 2010).
Larva filariform cacaing tambang adalah larva infektif untuk manusia. Larva ini  berukuran 500 – 700 µ, tidak mempunyai rongga mulut dan bulbus esophagus (Soedarto, 2011). Ciri-ciri larva yang telah disebutkan di atas tidak terdapat pada pengamatan feses Fariq, Alvian dan Sifa dengan metode harada mori sehingga Fariq, Alvian dan Sifa diduga tidak terinfeksi  parasit cacing tambang.


IV.         PENUTUP
a.      Kesimpulan
Metode apung adalah teknik pemeriksaan telur secara kualitatif. Metode ini memakai larutan NaCl jenuh atau larutan gula jenuh dan terutama dipakai untuk pemeriksaan feces yang mengandung telur sedikit (infeksi ringan). Prinsip kerjanya yaitu berat jenis telur yang lebih ringan dibanding berat jenis larutan.
Modifikasi Harada-Mori merupakan teknik pemeriksaan larva pada feces, dengan cara kerja telur cacing dapat berkembang menjadi larva infektif pada kertas saring basah selama 3-7 hari pada suhu kamar untuk mendukung perkembangan larva infektif. Kemudian larva akan ditemukan di dalam air yang terdapat pada ujung kantong plastik.
Hasil pemeriksaan feses Sifa yang telah dilakukan menunjukkan hasil positif karena ditemukan adanya telur yang diduga telur Ascaris lumbricoides fertil dan dekortifikasi melalui metode apung tanpa disentrifugasi, dan tidak ditemukan larva cacing tambang melalui modifikasi Harada Mori. Hal ini sesuai dengan pola hidup dan lingkungan sekitar tempat tinggal responden, seperti sering bermain tanah, tidak tersedia sabun cuci tangan di rumah, tidak terdapat jamban di dalam rumah dan terdapat hewan ternak di sekitar tempat tinggal.
Sedangkan hasil pemeriksaan feses Fariq dan Alvian melalui metode apung dengan disentrifugasi didapatkan hasil negatif karena tidak ditemukan telur cacing parasit. Hal ini disebabkan karena kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi pada saat praktikum.

b.      Saran
Saran dari saya yaitu dalam melakukan kegiatan praktikum pemeriksaan metode apung ( dengan disentrifugasi dan tanpa disentrifugasi) dan metode harada mori di laboratorium hendaknya dilakukan dengan hati-hati dan bekerja selalu menggunakan sarung tangan agar mengurangi terjadinya penularan penyakit.  Asisten praktikum sebaiknya tetap dekat dengan kelompok agar lebih mudah menjelaskan serta dapat berbicara lebih kencang agar satu kelompok mendengar semua dan kedisiplinan waktu  saat kegiatan pratikum sangat diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Chadijah, Siti,  Phetisya P.F Sumolang, Ni Nyoman. 2014. “Hubungan Pengetahuan, Perilaku, Dan Sanitasi Lingkungan Dengan Angka Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Kota Palu (The Association Of Knowledge, Practice And Enviromental Sanitation And Soil Transmitted Helminth Prevalence In Elementary School Student In Palu Municipality) “.Media Litbangkes Vol. 24 (01) : 50-56.
Fitri, Juni., Saam, Z., Hamidy , MY. 2012. “Analisis Faktor-Faktor Risiko Infeksi Kecacingan Murid Sekolah Dasar Di Kecamatan Angkola Timur Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2012”. Jurnal Ilmu Lingkungan Program studi Ilmu Lingkungan PPS Riau. Vol. 6 (2).
Maharani, P. Anggitha, Liena, Sofiana. 2013. “Validitas Metode Apung Pemeriksaan Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar”. Jurnal, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan.
Natadisastra, Djaenudin dan Ridad Agoes. 2005. Parasitologi Kedokteran: Ditinjau Dari Organ Tubuh Yang Diserang. Jakarta: EGC..
Nuraini, Sri. 2009.Gambaran Infeksi Kecacingan Pada Siswa SDN 01 Way Gubak Kec. Panjang Bandar Lampung”. Jurnal Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang. Volume 1.
Onggowaluyo, Jangkung Samidjo. 2002. Parasitologi Medik I Helmintologi Pendekatan Aspek Identifikasi, Diagnosis, dan Klinik. Jakarta: Penerbit Buku EGC.
Shahid dkk. 2010. Identicifation of Hookworm Species in Stool By Harada Mori Culture. Bangladesh Society of Medical Microbiologists: Bangladesh J Med Microbiol 2010; 04 (02): 03-04.
Soedarto. 2011. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Sagung Seto.
Staff Pengajar FKUI. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Parasitologi FKUI.

LAMPIRAN
b.      Dokumentasi
Gambar 1. Telur cacing Ascaris lumbricoides yang fertil dan dekortifikasi melalui metode apung tanpa disentrifugasi












Gambar 2. Tidak ditemukan telur cacing parasit melalui metode apung dengan disentrifugasi









Gambar 3. Metode harada mori pada sample di hari ke enam



Gambar 4. Alat sentrifugasi